Hari ini pemilihan
presiden di Brazil. Babak final. Putaran pertamanya 20 hari lalu. Diikuti 13
pasangan. Tidak ada yang mendapat suara lebih 50 persen.
Dua peraih suara terbanyak
ditanding ulang. Tanggal 28 Oktober ini: Jair Bolsonaro dan Fernando Haddad,
mantan wali kota Sao Paolo. Pemenangnya hampir pasti: Bolsonaro.
Di putaran
pertama Bolsonaro unggul jauh: 46 persen lawan 29 persen.
Yang ikut dag-dig-dug
kelihatannya Tiongkok. Bolsonaro dikenal sebagai Donald Trump-nya Brazil. Ia
menggunakan isu ‘’Brazil First’’. Dalam kampanyenya. Dan anti Tiongkok.
Kayaknya.Salah satu slogan
kampanyenya dihafal rakyatnya: Tiongkok bukan membeli di Brazil, tapi membeli
Brazil.
Sebenarnya tidak terlalu
tepat menyamakan Bolsonaro dengan Trump. Ia bukan seorang konglomerat.
Alirannya pun beda jauh: sosial liberal. Mungkin ia menggunakan isu Tiongkok
untuk daya tarik kampanye saja.
Bolsonaro adalah tentara.
Pangkatnya hanya kapten. Masih tinggian AHY. Pasangan sang kapten yang justru
jendral: Hamilton Mourao. Sedangkan Trump pengusaha murni. Sejak muda.
Umur mereka juga beda
jauh: 10 tahun. Bolsonaro berumur 63 tahun.
Satu hal yang bisa
dianggap sama: isterinya yang sekarang adalah yang ketiga. Istri pertama
diceraikannya. Setelah mendapat dua anak. Istri berikutnya juga dicerai. Dapat
satu anak.
Istri yang sekarang yang
paling menarik perhatian. Pernah ia rekrut sebagai sekretaris di legislatif.
Dengan gaji tiba-tiba tinggi. Jabatan itu hilang ketika Brazil menelorkan UU
baru: anti nepotisme. Untuk di birokrasi pemerintahan.
Di kita nepotisme belum
dianggap melanggar hukum. Dari tiga huruf KKN baru dua K yang dilarang.
Bolsonaro dianggap bersih dari dua K.
Orang berani memang sering
mendapat momentum. Untuk nasib baik. Untuk nasib buruk.
Keberanian Bolsonaro
membuat nasibnya buruk. Sebentar. Lalu bernasib baik sekali.
Mula-mula ia disingkirkan
dari kesatuannya: pasukan para. Mirip Kopassus. Ke pasukan cadangan.
Penyebabnya: Bolsonaro
berani menulis di media masa. Dengan topik yang sangat 'bukan sikap prajurit':
mengeluhkan kecilnya gaji tentara.
Keberaniannya itu mendapat
sambutan hangat. Termasuk dukungan tertulis. Dari internal tentara sendiri.
Heboh. Bolsonaro menjadi
top. Momentum disingkirkan itu
membuatnya ambil putusan: masuk ke dunia politik. Nyaleg untuk DPRD kota Rio de
Jeneiro. Lewat Partai Kristen. Terpilih.
Karir politik Bolsonaro
terus melejit. Tahun 1990 nyaleg untuk DPR Pusat. Umurnya baru 35 tahun.
Terpilih. Dan terus terpilih. Menjadi anggota DPR selama 28 tahun.
Ia melihat saat ini
kepercayaan rakyat pada pemerintah terus menurun. Muak. Dengan korupsi yang
terus terbongkar. Juga dengan parahnya penegakan hukum.
Kapten Bolsonaro pun
mencalonkan diri. Lewat Partai Sosial Demokrat.
Bahwa rakyat
mengidentikannya dengan Trump adalah juga watak tegasnya. ''Kalau ada polisi
yang menembak 10, 15, 20 orang jahat ia harus mendapat penghargaan,'' katanya.
''Kalau polisi
menghabiskan peluru sampai 30 butir untuk menembak satu penjahat harus
diapresiasi,'' tambahnya. Kalau Bolsonaro terpilih,
ia harus menghadapi kenyataan: bagaimana hubungan Brazil dengan Tiongkok.
Ibarat madu dan racun.
Menjadi satu. Memang luar biasa
banyaknya proyek Tiongkok di Brazil. Dan besarnya. Tapi juga begitu banyak
Brazil ekspor ke Tiongkok. Terutama bijih besi dan kedelainya.
Apalagi sejak perang
dagang Amerika-Tiongkok. Kedelai Brazil membanjiri Tiongkok. Itu menyangkut 40
persen pemilih. Yang jadi pendukungnya.
Tiongkok telah investasi
124 milyar dollar di sana. Beli apa saja: tambang, minyak, pelabuhan, kereta
api...
Tiongkok juga membeli
perusahaan strategis: Molybdenum Co. Dengan harga 1,7 milyar dollar. Molybdenum adalah bahan
aditiv untuk peleburan baja. Agar bajanya bisa lebih ringan tapi juga lebih
kuat. Brazil menguasai 85 persen
sumber bahan ini. Tiongkok sangat memerlukannya untuk kemajuan teknologinya. Brazil memang penghasil
kedelai yang hebat. Kita tunggu saja apakah Bolsonaro itu kedelai atau
tempe.(dahlan iskan)