Jadi laki-laki itu harus tegas, karena merekalah yang bertugas sebagai pengambil keputusan dalam rumah tangga. Jangan seperti Donwori ,29, setiap diminta pertimbangan sesuatu selalu memasrahkan ke sang istri Karin,26. Donwori cukup dengan jawaban satu kata,”Terserah.....”
Karin duduk di ruang tunggu Pengadilan Agama Kelas 1A Surabaya. Sembari menunggu sidang terakhirnya, ia mengeluhkan sikap suaminya yang menyebabkan ia mundur teratur. “Dia itu jadi cowok gak maco,” katanya.
Karin menjelaskan, ia kerap dibuat jengkel karena masalah sepele. Suaminya ini harus dituntun. Contoh paling simpel saja, menentukan akan punya anak berapa, atau memilih bank mana untuk menabung, atau yang paling sederhana lagi, menentukan akan mau makan apa dan jalan-jalan ke mana, ia selalu bingung. Mau tak mau, tugas sebagai pengambil keputusan ada di tangan Karin.
Donwori dan Karin ini sudah menjalani hubungan pernikahan selama empat tahun. Di awal, ia menganggap suaminya ini adalah tipikal suami yang memanjakan istri, asal istri senang lah peribahasanya. Namun lama-kelamaan, ia jengkel juga. Kata-kata terserah.... terserah ....dan terserah ini selalu menghantui hari-hari Karin. Ia kesulitan mencari teman diskusi. Seharusnya, suami adalah teman diskusi yang baik.
Perempuan Gayungsari ini juga mengeluh, suaminya ini selalu lemot dalam segala hal. Apalagi dalam urusan makan dan mandi. Sebaliknya, Karin adalah tipikal perempuan strong yang menginginkan apa-apa serba praktis dan cepat alias cak cek. Namun begitulah adanya, suaminya ini selalu menguji kesabaran imannya.
“ Dia iku snail (siput,Red), jiannnn snail iku lho, suruh jemput aku kerja aja ya, lamaaa datenge, “ keluh seorang akuntan ini.
Dari sikap yang bertolak belakang ini, Karin kerap beradu argumen dengan suaminya. Gara-gara itu jugalah, hubungannya jarang mesra, tapi panas terus. Keinginan Karin mengubah suaminya untuk menjadi lebih gesit juga pupus. Bagaimana tidak, suaminya ini macam ubur-ubur. Sudah mengikuti ke mana aliran air laut membawanya, slooooow saja.
“ Geregetan, gak tahan aku, gak bisa diajak ngomong kalau sama dia terus, aku yang pusing sendiri,” pungkasnya santai, lalu kembali memainkan hapenya lagi. (*)
Karin duduk di ruang tunggu Pengadilan Agama Kelas 1A Surabaya. Sembari menunggu sidang terakhirnya, ia mengeluhkan sikap suaminya yang menyebabkan ia mundur teratur. “Dia itu jadi cowok gak maco,” katanya.
Karin menjelaskan, ia kerap dibuat jengkel karena masalah sepele. Suaminya ini harus dituntun. Contoh paling simpel saja, menentukan akan punya anak berapa, atau memilih bank mana untuk menabung, atau yang paling sederhana lagi, menentukan akan mau makan apa dan jalan-jalan ke mana, ia selalu bingung. Mau tak mau, tugas sebagai pengambil keputusan ada di tangan Karin.
Donwori dan Karin ini sudah menjalani hubungan pernikahan selama empat tahun. Di awal, ia menganggap suaminya ini adalah tipikal suami yang memanjakan istri, asal istri senang lah peribahasanya. Namun lama-kelamaan, ia jengkel juga. Kata-kata terserah.... terserah ....dan terserah ini selalu menghantui hari-hari Karin. Ia kesulitan mencari teman diskusi. Seharusnya, suami adalah teman diskusi yang baik.
Perempuan Gayungsari ini juga mengeluh, suaminya ini selalu lemot dalam segala hal. Apalagi dalam urusan makan dan mandi. Sebaliknya, Karin adalah tipikal perempuan strong yang menginginkan apa-apa serba praktis dan cepat alias cak cek. Namun begitulah adanya, suaminya ini selalu menguji kesabaran imannya.
“ Dia iku snail (siput,Red), jiannnn snail iku lho, suruh jemput aku kerja aja ya, lamaaa datenge, “ keluh seorang akuntan ini.
Dari sikap yang bertolak belakang ini, Karin kerap beradu argumen dengan suaminya. Gara-gara itu jugalah, hubungannya jarang mesra, tapi panas terus. Keinginan Karin mengubah suaminya untuk menjadi lebih gesit juga pupus. Bagaimana tidak, suaminya ini macam ubur-ubur. Sudah mengikuti ke mana aliran air laut membawanya, slooooow saja.
“ Geregetan, gak tahan aku, gak bisa diajak ngomong kalau sama dia terus, aku yang pusing sendiri,” pungkasnya santai, lalu kembali memainkan hapenya lagi. (*)