Makin Banyak Perempuan Matre?


Apakah perempuan yang menggugat cerai suaminya karena masalah ekonomi bisa dilabeli dengan matre? Lalu, bagaimana kabarnya istri yang terlunta-lunta tak dinafkahi suami. Lalu, kelabakan menghidupi anak. Apa yang begini disebut matre juga?
mckinleyirvin

Berdasarkan data perceraian di Pengadilan Agama (PA) Klas 1A Surabaya, Januari hingga September lalu, kasus cerai gugat atau perceraian yang diinisiasi oleh istri sebanyak 3.340 kasus. Tiga kali lipat dari cerai talak dari suami yang totalnya ‘hanya’ 1.481 kasus.

Di bulan September saja, 1.305 kasus perceraian disebabkan oleh masalah ekonomi. Menjadi masalah paling berat kedua setelah perselisihan dan pertengkaran. Lalu, apa ini artinya perempuan sekarang makin percaya diri menjanda? Apakah perempuan-perempuan ini makin matre sehingga mau  ninggal suami begitu saja?

Namun kenyataan miris sebaliknya disampaikan oleh Syaifuddin, humas PA Klas 1A Surabaya yang sehari-harinya merangkap sebagai hakim yang menangani kasus perceraian.  Syaifuddin menyampaikan, perempuan menggugat karena ekonomi ini tak melulu lantaran matre. Istilahnya tidak neriman dengan pemberian suami. Namun, lebih karena kebutuhan.

Ia memberikan perumpamaan. Ada, banyak pasangan cerai dengan masalah ekonomi. Kasusnya, gaji suami terlalu kecil sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan satu keluarga. Syaifudin menyebut, banyak kasus terjadi dalam satu minggu suami hanya memberikan jatah Rp 100 ribu untuk empat orang, misalnya. Tentu nominal ini kurang. Apalagi hidup di kota besar seperti di Surabaya. Saat kurang ini tentu memunculkan konflik. Masalahnya, penyelesaiannya di suami atau istri?

Si perempuan mendorong laki-laki untuk bekerja lebih giat. Kenyataannya, mencari pekerjaan tak melulu mudah. "Kalau seperti ini, apa namanya mereka matre? Ya tidak. Terus gimana ketemunya juga kan? Karena memang kebutuhan yang tidak terpenuhi," ujarnya. Ditambah saat ini, fasilitas-fasilitas makin banyak. Banyak handphone. Banyak barang elektronik sehingga menuntut seseorang juga mengikuti gaya hidup yang serba mengejar materi.

"Ada juga kasus begini, kalau suami gak bisa memenuhi kebutuhan, konflik terus. Kalau suaminya mengajukan permohonan cerai, dia punya beban memberikan tunjangan iddah, mutah,  nafkah anak yang diberikan ke istri yang dicerai. Karena tidak mampu memberikan, maka suami malah langsung kabur saja. Akhirnya si istri yang ditinggal dibebani anak-anak, juga mengurusi dirinya sendiri. Yang rugi istri kan? Kalau sudah begini, tentu perempuanlah yang ke sini. Apa yang seperti ini terhitung matre juga?" lanjutnya.

Syaifuddin menjelaskan, perceraian karena ekonomi sejauh ini memang didominasi dengan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Dengan rentang usia 20 hingga awal 40 tahun. Dan terjadi pada pasangan yang hanya suami yang menjadi penopang kehidupan rumah tangga. "Sebenarnya kalau suaminya tanggung jawab, meskipun kerja tidak mencukupi begitu optimal, tidak mencuat. Tapi saat ini ada faktor  X-nya itu," paparnya.

Faktor X yang Syaifuddin maksud adalah pihak ketiga yang mengikuti masalah ekonomi. "Yang perempuan merasa tidak diurus. Sehingga mencari selingkuhan atau suaminya merasa sudah berusaha mati-matian memberikan nafkah, tapi istri tetap kurang saja. Akhirnya suami merasa tidak dihargai. Pada akhirnya bisa selingkuh. Baik dilakukan istri dan suami," urai Syaifuddin

Mereka yang mengajukan gugatan ini karena sudah bosan tidak dinafkahi suami. Iya kalau kerja, mereka ada kesibukan lain. “Kalau tidak apa tidak stres setiap hari mikir mau makan apa dan dari mana," tanyanya.
Jadi, Syaifuddin meyakinkan,  istri menggugat itu bukan karena matre. Malah kasusnya banyak yang kasihan seperti yang sudah disebutkan di atas.

Bisa jadi suami kabur dan tidak bertanggung jawab, akhirnya menyebabkan pihak perempuan mengajukan gugatan. Beda kalau yang mengajukan cerai perempuan, maka laki-laki tidak perlu keluar uang untuk bayar denda ke istri. "Bahkan ada perempuan yang bilang, ‘Saya gak apa-apa ditinggal ke mana-mana. Asalkan saya dicukupi ekonominya.’ Ini disebut matre gak? Bukan ya karena butuh sih," cerita Syaifuddin. (foto: mckinleyirvin)